HALALKAH MMM?
Mungkin kita pernah mendengar istilah DHABITH dan KAIDAH. Karena MMM sangat berhubungan dengan masalah muamalah yang baru, maka MMM perlu
ditinjau dari Dhabithnya. Menghalalkan dan mengharamkan sesuatu adalah hak Allah 'Azza Wa Jalla.
Tetapi ketika ada masalah baru dalam urusan dunia, seperti MMM, tentu tidak ada satupun dalil yang melarang sistem MMM. Karena sistem MMM adalah konsep saling tolong menolong.
Mengetahui kaidah dan dhobith adalah perkara yang sangat penting dalam
setiap masalah agama. Dan dengan kaidah dan dhobith seorang muslim akan
mempunyai gambaran yang baik pada setiap permasalahan, bisa melepaskannya dari
berbagai masalah dan menjaganya dari kesalahan.
Dhobith (ضَابِطٌ) berasal dari kata Adh-Dhobth (الْضَبْطُ) yang berarti tetap dan komitment diatas sesuatu. Adapun secara istilah, kalimat para ‘ulama beraneka ragam dalam mendefinisikannya. Tapi yang paling dekat definisinya dalam bab mu’amalat adalah segala sesuatu yang mengumpulkan bagian-bagian perkara tertentu atau ukuran/pijakan yang setiap bagian dari suatu bab bisa kembali kepadanya.
Dhobith kadang bisa diterjemah dengan makna kaidah walaupun para ulama
membedakan antara kaidah dan dhobith. Kalau kaidah itu adalah ukuran/pijakan yang bisa dipakai dalam seluruh
bab/permasalahan. Maka dhobith hanya dipakai dalam bab tertentu saja.
Kalau dikatakan ada kaidah begini-begitu, maka itu berarti bahwa kidah
tersebut bisa digunakan dalam seluruh bab, baik dalam sholat, puasa, zakat,
haji dan lain-lain termasuk muamalah. Tapi kalau dikatakan dhobith dalam masalah ini begini-begitu, maka itu
menunjukkan bahwa dhobith tersebut hanya dipakai dalam bab itu secara khusus.
Kalau dipakai dalam bab sholat maka dhobith itu khusus dalam bab sholat,
kalau digunakan dalam bab puasa maka dhobith itu hanya dalam bab puasa,
demikian juga jika dipakai dalam bab muamalah.
Dhobith pertama : Asal dalam mu’amalat adalah halal dan boleh kecuali
kalau ada dalil yang mengharamkan atau melarang.
Kandungan dhobith pertama ini adalah pendapat yang dipegang oleh jumhur
ulama’ termasuk Imam empat dan tidak ada yang menyelisihi pendapat ini kecuali
Al-Abhary dari kalangan Malikiyah dan Ibnu Hazm dari Mazdhab Azh-Zhohiriyah.
Banyak dalil yang menunjukkan kuatnya pendapat ini, diantaranya :
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبا
“Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (QS. Al-Baqorah : 275)
Sisi pendalilan : Allah menghalalkan jual beli dan perdagangan dengan
seluruh jenisnya dan mengharamkan riba karena didalamnya terdapat bentuk
kezholiman dan memakan harta manusia dengan kebatilan. Maka hal ini menunjukkan
bahwa asal dalam mu’amalat adalah halal sepanjang tidak mengandung kezholiman
atau makan harta manusia dengan kebatilan.
Dan didalam tanzil-Nya, Allah menyatakan :
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ
فَضْلِ اللَّهِ
“Apabila sholat telah ditunaikan, maka bertebaranlah kamu di muka bumi;
dan carilah karunia Allah”. (QS. Al-Jumu’ah : 10)
Sisi pendalilan : Jual beli memiliki larangan khusus yaitu ketika adzan
jum’at telah dikumandangkan. Namun setelah jum’at kita diperintah dengan
perintah umum untuk bertebaran di muka bumi mencari karunia Allah. Maka ini
menunjukkan bahwa asal dalam mu’amalat adalah halal dan boleh sampai ada dalil
yang menunjukkan tentang haramnya.
Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ
بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlangsung atas dasar suka sama-suka di antara kamu”. (QS. An-Nisa` : 29)
Sisi pendalilan : Dalam ayat ini tidak disyaratkan dalam perdagangan
kecuali saling ridha, menunjukkan bahwa sepanjang satu bentuk perdagangan dan
jual beli sesuai dengan tuntunan dan tidak ada larangannya maka asalnya adalah
boleh dan halal.
Dan Rabbul ‘Izzah berfirman :
وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ
“Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang
diharamkan-Nya atasmu”. (QS. Al-An’am : 119)
Sisi pendalilan : Segala sesuatu yang telah diharamkan ada rincian
penjelasan haramnya dalam Al-Qur’an maupun Hadits. Maka ini menunjukkan bahwa
asal dari mu’amalat adalah boleh dan halal dan tidaklah boleh mengharamkan
sesuatu kecuali kalau ada penjelasannya dari Allah ‘Azza wa Jalla dan
Rasul-Nya.
Dan Allah Jalla Sya’nuhu menyatakan :
قُلْ لا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّماً عَلَى طَاعِمٍ
يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَماً مَسْفُوحاً أَوْ لَحْمَ
خِنْزِيرٍ
“Katakanlah: “Tiadalah aku dapatkan dalam wahyu yang diwahyukan
kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali
kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi”. (QS.
Al-An’am : 145)
Sisi pendalilan : Allah Subhanahu wa Ta’ala hanya membatasi
perkara-perkara yang diharamkan dalam ayat ini, maka apa saja yang tidak diketahui
pengharamannya maka ia adalah halal.
Kesimpulan :
Secara dhabith, hukum MMM adalah HALAL
Karena hukum asal tersebut belum ditemukan larangan yang mengarah kepada
pengharaman.
Kaum muslimin jangan salah faham dengan kami, kami bukan membuat hukum
tentang MMM, bukan kapasitas saya memutuskan halal atau haram. Kami menghalalkan karena belum menemukan illat (cacat hukum) dalam MMM,
atau yang mengarah kepada perbuatan haram/yang dilarang. Jadi, sebelum ada larangan yang jelas tentang sistem MMM, maka hukumnya
tetap kembali ke hukum semula, yakni HALAL.
Alasannya adalah : MMM masalah muamalah baru yang belum ditemukan penyimpangannya secara
syar'i.
Hukum ini akan berubah jika MMM cacat hukum. Antara lain :
- Riba
MMM sama sekali tidak berhubungan dengan jual beli dan hutang piutang,
tetapi pemberian. Adanya penambahan 30% bukan dari orang yang ditransfer,
tetapi dari orang lain yang memberi suka rela. Perkara memberi ikhlas atau
tidak, urusan hati masing-masing, dan tentu saja tidak lantas menjadi haram hanya
karena niat yang salah. Contoh anda menyumbang masjid, tetapi tidak
ikhlash, maka uang tersebut tetap halal, bukan menjadi haram karena salah niat.
- Gharar (Penipuan)
Di MMM. Tak ada celah menipu. Pihak management MMM. Sama sekali tidak
menerima SETORAN uang ke perusahaan layaknya investasi.
- Zhulmun
Ada akad yang menzhalimi satu pihak dan hanya menguntungkan pihak lain. MMM jelas menguntungkan semua pihak.
- Terpaksa/ Tiada Rela
Sedangkan di MMM sejak PH seseorang dikondisikan agar benar-benar tulus
dan suka rela membantu. Demikianlah, artinya system benar, perkara orang tidak
rela saat membantu, tidak menggugurkan sistem.
- Mengandung Unsur Perjudian
Sangat jauh berbeda antara MMM dengan perjuadian. Dalam judi jelas-jelas spekulasi, pasti ada yang hancur dan untung besar,
pasti ada yang kecewa, sebab dalam judi ada istilah kalah dan menang.
Sedangkan di MMM. "MENANG SEMUA", "UNTUNG SEMUA", "SENANG SEMUA".
0 comments:
Post a Comment